Sumber: gaya
Pola asuh remaja perlu cara khusus. Walau usia masih tergolong anak-anak, ia tak bisa diperlakukan seperti anak kecil. Remaja sudah mulai menunjukkan jati diri. Biasanya remaja lebih senang berkumpul bersama teman sebaya ketimbang dengan orangtua.
Di masa-masa inilah orangtua kerap bersitegang dengan remaja. Terutama karena orangtua agak kesulitan mengatasi emosi dan tekanan lain yang secara alami muncul pada remaja.
Ada kalanya orangtua bersikap permisif. Hal ini membuat anak hanya sedikit mengandalkan orangtua sebagai pembimbing. Remaja menganggap orangtua sebagai jasa valet saja. Keadaan ini tentu tidak sehat.
Dikatakan Ken Mellor, ahli pengasuhan dari Melbourne seperti dikutip Good Health & Medicine, orangtua seolah-olah lebih menjadi pemberi jasa bagi anaknya yang bertindak sebagai konsumen. Orangtua, lanjutnya, berpikir bahwa menjadi tugas mereka untuk memuaskan anak-anak ketimbang memasukkannya ke dunia ini.
“Anak-anak itu perlu dimanajeri, tidak hanya didukung dan dilayani,” ujar penulis buku Teen Stages: How to Guide the Journey to Adulthood ini.
Secara global, orangtua mulai menyadari bahwa pola asuh terhadap remaja belum berhasil. Sebuah penelitian yang dilakukan Canadian Institute for Health Information (CIHI) mengungkapkan lima hal penting yang perlu dimiliki orangtua agar anak-anaknya tumbuh sebagai pribadi yang sehat dan gembira. Elizabeth GyorfiDyke, seorang peneliti, mengatakan bahwa hasil riset tersebut akan memberi jalan berbeda dalam melihat solusi sebuah masalah, tak hanya mendefinisikannya saja.
Mengobrol
Mellor menyarankan orangtua untuk tidak pelit memberikan sentuhan pada anak, misalnya memeluk, merangkul, dan lainnya. Tidak hanya sampai di situ, orangtua juga mesti duduk bersama mereka dan mengobrol. Anda bisa mengajak si remaja menceritakan kegiatannya hari itu.
Menurut Mellor, sebuah keluarga sebaiknya sesering mungkin bercengkerama. Keluarga yang makan malam bersama, setidaknya empat kali seminggu, anak remajanya 75 persen cenderung jarang terlibat dengan obat-obatan terlarang dan perilaku yang berisiko.
Tetap Mengawasi
Sangat penting bagi orangtua untuk menyelidiki kehidupan anak-anaknya guna mengetahui apa saja yang terjadi pada mereka. Kata Mellor, “Saya tidak akan membaca buku harian anak-anak saya. Namun, bila mereka berada dalam risiko, saya tidak akan ragu membacanya.”
Oke saja memberi batasan pribadi pada anak remaja, tetapi kadang orangtua memiliki pengertian yang keliru atas proporsi dari respek. Nah, supaya tidak terjadi salah paham, ada baiknya orangtua membuat aturan. Bisa dengan cara menempatkan televisi dan komputer hanya di ruang terbuka atau ruang keluarga, dan bukan di kamar anak.
Orangtua juga mesti membuat panduan atas tontonan dan permainan (games) yang diperbolehkan dan dilarang. International Society for Research on Aggression mengungkapkan, tindak kekerasan yang tergolong ringan dalam video games bisa menyebabkan pikiran dan tindakan agresif dan menurunkan perilaku suka menolong.
Mellor juga mengingatkan orangtua agar tidak memberi aturan secara sewenang-wenang. Aturan perlu diberi penjelasan dengan jelas. Katakan kepada anak bahwa apa yang ia lihat akan membentuk kesadarannya.
Masuk ke Kehidupan Sekolah
Saat bersekolah, anak mungkin masuk ke dalam kelas, tetapi pikirannya bisa ke mana-mana. Untuk membuat ia tetap fokus pada sekolah, orangtua sebaiknya membantu atau paling tidak menemaninya saat mengerjakan pekerjaan rumah. Orangtua juga mesti terlibat dalam kehidupan sekolah anak.
Bila memungkinkan, amati guru yang mengajar. Menurut ahli pola pengasuhan dari Australia, Steve Biddulph, “Remaja laki-laki kurang dapat menoleransi cara pengajaran dan kemampuan interpersonal atau karakter guru yang jelek. Dan mereka tidak akan belajar dari orang yang tidak menyukai mereka.” Kalau sudah begitu, remaja akan cuek dengan pelajaran di sekolah.
Jadi Sukarelawan
Laporan CIHI menunjukkan hampir 75 persen remaja yang menjadi sukarelawan tumbuh “sehat”, dinamis, mencintai tantangan, dan menjadi pelajar yang kuat secara mental maupun spiritual. Orangtua sebaiknya mendorong anak-anaknya untuk terlibat dalam kegiatan sosial. Orangtua sebaiknya memberi contoh karena mereka tetap jadi panutan bagi anak-anak.
Banyak Berteman
Laporan lain dari CIHI menyebutkan, remaja yang berteman dengan rekan sebayanya memiliki harga diri yang lebih tinggi dan secara menyeluruh sehat. Di sisi lain, sejalan dengan masa remajanya, keraguan diri dan ketakutan akan penolakan juga hadir dalam diri mereka.
“Keunikan seseorang perlu diperkuat. Tetapi, kala ia berada di luar teman sebayanya, itu bisa menjadi pertanda yang mesti dikhawatirkan oleh orangtua. Anda perlu memandunya,” sebut Mellor.
Di masa-masa inilah orangtua kerap bersitegang dengan remaja. Terutama karena orangtua agak kesulitan mengatasi emosi dan tekanan lain yang secara alami muncul pada remaja.
Ada kalanya orangtua bersikap permisif. Hal ini membuat anak hanya sedikit mengandalkan orangtua sebagai pembimbing. Remaja menganggap orangtua sebagai jasa valet saja. Keadaan ini tentu tidak sehat.
Dikatakan Ken Mellor, ahli pengasuhan dari Melbourne seperti dikutip Good Health & Medicine, orangtua seolah-olah lebih menjadi pemberi jasa bagi anaknya yang bertindak sebagai konsumen. Orangtua, lanjutnya, berpikir bahwa menjadi tugas mereka untuk memuaskan anak-anak ketimbang memasukkannya ke dunia ini.
“Anak-anak itu perlu dimanajeri, tidak hanya didukung dan dilayani,” ujar penulis buku Teen Stages: How to Guide the Journey to Adulthood ini.
Secara global, orangtua mulai menyadari bahwa pola asuh terhadap remaja belum berhasil. Sebuah penelitian yang dilakukan Canadian Institute for Health Information (CIHI) mengungkapkan lima hal penting yang perlu dimiliki orangtua agar anak-anaknya tumbuh sebagai pribadi yang sehat dan gembira. Elizabeth GyorfiDyke, seorang peneliti, mengatakan bahwa hasil riset tersebut akan memberi jalan berbeda dalam melihat solusi sebuah masalah, tak hanya mendefinisikannya saja.
Mengobrol
Mellor menyarankan orangtua untuk tidak pelit memberikan sentuhan pada anak, misalnya memeluk, merangkul, dan lainnya. Tidak hanya sampai di situ, orangtua juga mesti duduk bersama mereka dan mengobrol. Anda bisa mengajak si remaja menceritakan kegiatannya hari itu.
Menurut Mellor, sebuah keluarga sebaiknya sesering mungkin bercengkerama. Keluarga yang makan malam bersama, setidaknya empat kali seminggu, anak remajanya 75 persen cenderung jarang terlibat dengan obat-obatan terlarang dan perilaku yang berisiko.
Tetap Mengawasi
Sangat penting bagi orangtua untuk menyelidiki kehidupan anak-anaknya guna mengetahui apa saja yang terjadi pada mereka. Kata Mellor, “Saya tidak akan membaca buku harian anak-anak saya. Namun, bila mereka berada dalam risiko, saya tidak akan ragu membacanya.”
Oke saja memberi batasan pribadi pada anak remaja, tetapi kadang orangtua memiliki pengertian yang keliru atas proporsi dari respek. Nah, supaya tidak terjadi salah paham, ada baiknya orangtua membuat aturan. Bisa dengan cara menempatkan televisi dan komputer hanya di ruang terbuka atau ruang keluarga, dan bukan di kamar anak.
Orangtua juga mesti membuat panduan atas tontonan dan permainan (games) yang diperbolehkan dan dilarang. International Society for Research on Aggression mengungkapkan, tindak kekerasan yang tergolong ringan dalam video games bisa menyebabkan pikiran dan tindakan agresif dan menurunkan perilaku suka menolong.
Mellor juga mengingatkan orangtua agar tidak memberi aturan secara sewenang-wenang. Aturan perlu diberi penjelasan dengan jelas. Katakan kepada anak bahwa apa yang ia lihat akan membentuk kesadarannya.
Masuk ke Kehidupan Sekolah
Saat bersekolah, anak mungkin masuk ke dalam kelas, tetapi pikirannya bisa ke mana-mana. Untuk membuat ia tetap fokus pada sekolah, orangtua sebaiknya membantu atau paling tidak menemaninya saat mengerjakan pekerjaan rumah. Orangtua juga mesti terlibat dalam kehidupan sekolah anak.
Bila memungkinkan, amati guru yang mengajar. Menurut ahli pola pengasuhan dari Australia, Steve Biddulph, “Remaja laki-laki kurang dapat menoleransi cara pengajaran dan kemampuan interpersonal atau karakter guru yang jelek. Dan mereka tidak akan belajar dari orang yang tidak menyukai mereka.” Kalau sudah begitu, remaja akan cuek dengan pelajaran di sekolah.
Jadi Sukarelawan
Laporan CIHI menunjukkan hampir 75 persen remaja yang menjadi sukarelawan tumbuh “sehat”, dinamis, mencintai tantangan, dan menjadi pelajar yang kuat secara mental maupun spiritual. Orangtua sebaiknya mendorong anak-anaknya untuk terlibat dalam kegiatan sosial. Orangtua sebaiknya memberi contoh karena mereka tetap jadi panutan bagi anak-anak.
Banyak Berteman
Laporan lain dari CIHI menyebutkan, remaja yang berteman dengan rekan sebayanya memiliki harga diri yang lebih tinggi dan secara menyeluruh sehat. Di sisi lain, sejalan dengan masa remajanya, keraguan diri dan ketakutan akan penolakan juga hadir dalam diri mereka.
“Keunikan seseorang perlu diperkuat. Tetapi, kala ia berada di luar teman sebayanya, itu bisa menjadi pertanda yang mesti dikhawatirkan oleh orangtua. Anda perlu memandunya,” sebut Mellor.
Comments
Post a Comment