Sumber: Kompas
PENYAKIT jantung tak hanya menyerang orangtua atau mereka yang sudah berusia lanjut akibat gaya hidup yang tidak sehat seperti konsumsi makanan tinggi lemak, kurangnya olahraga, merokok, dan perilaku tidak sehat lain.
Penyakit yang menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia ini juga dapat dialami seorang anak, bahkan seorang bayi sekalipun. Penyakit jantung ini biasa disebut Penyakit Jantung Bawaan (PJB).
Jenis ini merupakan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi jantung yang telah ada saat lahir. Kelainan ini terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin.
Menurut Prof. Dr. Ganesja Mulia Harimurti, SpJP (K), FIHA, FASCC, spesialis jantung anak RS Harapan Kita, PJB adalah kelompok kelainan bawaan yang paling sering dijumpai, sekitar 30 persen dari seluruh kelainan bawaan yang ada dan paling sering menyebabkan kematian pada tahun pertama kehidupan. Dari 100 persen anak Indonesia yang mengidap PJB, hanya 5 persen yang diketahui mengidap penyakit tersebut.
PJB yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak-anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Bila saat dewasa, penyakit ini baru diketahui, ini berarti pasien tersebut telah mampu melewati masa kritis atau telah mengalami tindakan operasi dini.
Penyebab terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka PJB. Yang pertama adalah faktor pranatal, antara lain sang ibu menderita penyakit rubella maternal, toksoplasmosis, influenza, fenilketonuria, diabetes, febrile illness dan epilepsi.
Kemudian penggunaan obat-obatan tertentu pada masa kehamilan juga dilaporkan menyebabkan PJB, seperti thalidomide, indomethacin, ibuprofen, sulfasalizin, trimethoprim sulfonamid dan antikonvulsan. Selain itu penggunaan marijuana, pelarut organik, paparan sinar X, asap rokok, cat tembok dan konsumsi alkohol berlebih dapat pula meningkatkan resiko PJB.
Yang kedua faktor genetik, yang dibawa dari ayah atau ibu yang pernah menderita jantung bawaan, kelainan kromosom seperrti sindroma down, secara genetik sudah berpotensi sakit tetapi tidak diketahui penyebabnya, dan lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
“PJB bisa jadi muncul dengan keluhan maupun tidak. PJB yang diderita anak-anak biasanya dikenali dengan gejala-gejala seperti sesak nafas, kesulitan minum susu, infeksi paru berulang, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung,” ujar Ganesja.
PJB yang tidak dikenali gejalanya, biasanya lebih berbahaya karena dapat menyebabkan kematian tiba-tiba atau tanpa terdeteksi terlebih dahulu. Untuk itu, orangtua hendaknya dapat mengetahui faktor risiko dan tanda-tandanya . Harapannya, si anak dapat diselamatkan lewat pengobatan maupun tindakan operasi. (M2-08)
PENYAKIT jantung tak hanya menyerang orangtua atau mereka yang sudah berusia lanjut akibat gaya hidup yang tidak sehat seperti konsumsi makanan tinggi lemak, kurangnya olahraga, merokok, dan perilaku tidak sehat lain.
Penyakit yang menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia ini juga dapat dialami seorang anak, bahkan seorang bayi sekalipun. Penyakit jantung ini biasa disebut Penyakit Jantung Bawaan (PJB).
Jenis ini merupakan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi jantung yang telah ada saat lahir. Kelainan ini terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin.
Menurut Prof. Dr. Ganesja Mulia Harimurti, SpJP (K), FIHA, FASCC, spesialis jantung anak RS Harapan Kita, PJB adalah kelompok kelainan bawaan yang paling sering dijumpai, sekitar 30 persen dari seluruh kelainan bawaan yang ada dan paling sering menyebabkan kematian pada tahun pertama kehidupan. Dari 100 persen anak Indonesia yang mengidap PJB, hanya 5 persen yang diketahui mengidap penyakit tersebut.
PJB yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak-anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Bila saat dewasa, penyakit ini baru diketahui, ini berarti pasien tersebut telah mampu melewati masa kritis atau telah mengalami tindakan operasi dini.
Penyebab terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka PJB. Yang pertama adalah faktor pranatal, antara lain sang ibu menderita penyakit rubella maternal, toksoplasmosis, influenza, fenilketonuria, diabetes, febrile illness dan epilepsi.
Kemudian penggunaan obat-obatan tertentu pada masa kehamilan juga dilaporkan menyebabkan PJB, seperti thalidomide, indomethacin, ibuprofen, sulfasalizin, trimethoprim sulfonamid dan antikonvulsan. Selain itu penggunaan marijuana, pelarut organik, paparan sinar X, asap rokok, cat tembok dan konsumsi alkohol berlebih dapat pula meningkatkan resiko PJB.
Yang kedua faktor genetik, yang dibawa dari ayah atau ibu yang pernah menderita jantung bawaan, kelainan kromosom seperrti sindroma down, secara genetik sudah berpotensi sakit tetapi tidak diketahui penyebabnya, dan lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
“PJB bisa jadi muncul dengan keluhan maupun tidak. PJB yang diderita anak-anak biasanya dikenali dengan gejala-gejala seperti sesak nafas, kesulitan minum susu, infeksi paru berulang, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung,” ujar Ganesja.
PJB yang tidak dikenali gejalanya, biasanya lebih berbahaya karena dapat menyebabkan kematian tiba-tiba atau tanpa terdeteksi terlebih dahulu. Untuk itu, orangtua hendaknya dapat mengetahui faktor risiko dan tanda-tandanya . Harapannya, si anak dapat diselamatkan lewat pengobatan maupun tindakan operasi. (M2-08)
Comments
Post a Comment